Hukum main rebana, puji-pujian dan shalawatan dalam masjid?
Remaja Masjid Jamie Idzharulhaq |
Ada sebagian muslim yang bertanya tentang hukum main rebana, puji-pujian dan shalawatan dalam masjid? Karena dari dulu hingga sekarang ini sudah lazim di banyak masjid yang selalu memainkan rebana di dalamnya, ada juga yang melagukan puji-pujian atau shalawatan menjelang adzan, sambil menunggu masuknya waktu shalat. Berikut penjelasan Habib Munzir Al-Musawwa di dalam salah satubukunya yang berjudul Kenalilah akidahmu.
Saudaraku
yang kumuliakan, Didalam madzhab syafii bahwa Dufuf (rebana) hukumnya
Mubah secara Mutlak (Faidhulqadir juz 1 hal 11), diriwayatkan pula bahwa
para wanita memukul rebana menyambut Rasulullah saw disuatu
acara pernikahan, dan Rasul saw mendengarkan syair mereka dan pukulan
rebana mereka, hingga mereka berkata bersama kami seorang nabi yang
mengetahui apa yang akan terjadi”, maka Rasul saw bersabda: “Tinggalkan
kalimat itu, dan ucapkan apa apa yang sebelumnya telah kau ucapkan”.
(shahih Bukhari hadits no.4852), juga diriwayatkan bahwa
rebana dimainkan saat hari asyura di Madinah dimasa para sahabat
radhiyallahu ‘anhum (sunan Ibn Majah hadits no.1897)
Dijelaskan
oleh Imam Ibn Hajar bahwa Duff (rebana) dan nyanyian pada pernikahan
diperbolehkan walaupun merupakan hal lahwun (melupakan dari
Allah), namun dalampernikahan hal ini (walau lahwun) diperbolehkan
(keringanan syariah karena kegembiraan saat nikah), selama tak keluar
dari batas batas mubah, demikian sebagian pendapat ulama (Fathul Baari
Almasyhur Juz 9 hal 203).
Menunjukkan
bahwa yang dipermasalahkan mengenai pelarangan rebana adalah karena hal
yang Lahwun (melupakan dari Allah), namun bukan berarti semua
rebana haram karena Rasul saw memperbolehkannya, bahkan dijelaskan
dengan Nash Shahih dari Shahih Bukhari, namun ketika mulai makna
syairnya menyimpang dan melupakan dari Allah swt maka Rasul saw
melarangnya, Demikianlah maksud pelarangannya di masjid, karena rebana
yang mengarah pada musik lahwun, sebagian ulama membolehkannya
di masjid hanya untuk nikah walaupun Lahwun, namun sebagian lainnya
mengatakan yang dimaksud adalah diluar masjid, bukan didalam masjid.
Pembahasan
ini semua adalah seputar hukum rebana untuk gembira atas akad nikah
dengan lagu yang melupakan dari Dzikrullah. Berbeda dengan rebana dalam maulid,
karena isi syairnya adalah shalawat, pujian pada Allah dan Rasul Nya
saw, maka hal ini tentunya tak ada khilaf padanya, karena khilaf adalah
pada lagu yang membawa lahwun.
Sebagaimana
Rasul saw tak melarangnya, maka muslim mana pula yang
berani mengharamkannya, sebab pelarangan di masjid adalah membunyikan
hal yang membuat lupa dari Allah didalam masjid,
Sebagaimana
juga syair yang jelas jelas dilarang oleh Rasul saw untuk dilantunkan
di masjid, karena membuat orang lupa dari Allah dan masjid adalah tempat
dzikrullah, namun justru syair pujian atas Rasul saw diperbolehkan
oleh Rasul saw di masjid, demikian dijelaskan dalam beberapa hadits
shahih dalam shahih Bukhari, bahkan Rasul saw menyukainya dan mendoakan
Hassan bin Tsabit ray g melantunkan syair di masjid, tentunya syair yang
memuji Allah dan Rasul Nya.
Saudaraku,
rebana yang kita pakai di masjid itu bukan Lahwun dan membuat orang
lupa dari Allah, justru rebana rebana itu membawa muslimin untuk
mau datang dan tertarik hadir ke masjid, duduk berdzikir, melupakan lagu
lagu kafirnya, meninggalkan alat alat musik setannya, tenggelam dalam
dzikrullah dan nama Allah swt, asyik ma’syuk menikmati rebana yang
pernah dipakai menyambut Rasulullah saw, Mereka bertobat, mereka
menangis, mereka asyik duduk di masjid, terpanggil ke masjid, betah di
masjid, perantaranya adalah rebana itu tadi dan syair syair Pujian pada
Allah dan Rasul Nya
Dan
sebagaimana majelis kita telah dikunjungi banyak ulama, kita
lihat bagaimana Guru Mulia Al hafidh Al habib Umar bin hafidh, justru
tersenyum gembira dengan hadroh majelis kita, demikian pula AL Allamah
Alhabib Zein bin Smeth Pimpinan Ma’had Tahfidhul qur’an Madinah
Almunawwarah, demikian pula Al Allamah Al Habib Salim bin Abdullah
Asyatiri yang Pimpinan Rubat Tarim juga menjadi Dosen di Universitas AL
Ahqaf Yaman, .demikian AL Allamah ALhabib Husein bin Muhamad Alhaddar,
Mufti wilayah Baidha, mereka hadir di majelis kita dan gembira, tentunya
bila hal ini mungkar niscaya mereka tak tinggal diam, bahkan mereka
memuji majelis kitasebagai majelis yang sangat memancarkan
cahaya keteduhan melebih banyak majelis majelis lainnya.
Mengenai
pengingkaran yang muncul dari beberapa kyai kita adalah karena mereka
belum mencapai tahqiq dalam masalah ini, karena tahqiq dalam masalah
ini adalah tujuannya, sebab alatnya telah dimainkan dihadapan Rasulullah
saw yang bila alat itu merupakan hal yang haram mestilah Rasul saw
telah mengharamkannya tanpa membedakan ia membawa manfaat atau tidak,
namun Rasul saw tak melarangnya, dan larangan Rasul saw baru muncul pada
saat syairnya mulai menyimpang, maka jelaslah bahwa hakikat
pelarangannya adalah pada tujuannya.
Demikian saudaraku yang kumuliakan, Wallahu a’lam.
Demikian saudaraku yang kumuliakan, Wallahu a’lam.
Semoga
penjelasan tentang hukum main rebana, puji-pujian dan shalawatan dalam
masjid dari Habib Munzir diatas bisa memberikan kita pemahaman yang
jelas. Hal tersebut ternyata pernah terjadi juga di masa sahabat Nabi
SAW.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
RISMI. Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar